21.12.06

menilai kembali qurban kita

kawan, ada yang biasa berqurban setiap tahun untuk setiap anggota keluarga, ada juga yang berqurban satu ekor kambing saja untuk sekeluarga karena ibadah ini sunnah kifayah, ada lagi yang berqurban bila tabungannya sudah cukup atau jika mendapat bonus dari tempatnya bekerja, dan banyak yang sementara hanya berkeinginan saja karena secara kemampuan memang belum termasuk yang wajib berqurban.

kita terharu mendengar kisah-kisah luar biasa dari masyarakat ekonomi rendah yang berusaha berqurban dengan segala kemampuannya, sehingga kita secara tak sadar melupakan kisah orang-orang kaya yang diberikan banyak nikmat oleh Allah dengan qurban mereka yang melimpah setiap tahun. padahal keduanya adalah kebaikan yang tak pantas bagi kita memandang baik di satu sisi dan memandang sebelah mata di sisi lainnya, hanya karena kita menganggap sudah sepatutnya para orang kaya berqurban yang banyak.

justru saat inilah kita memanfaatkan waktu untuk menyelami sejauh mana kita sudah berqurban sebagai ketaatan dan rasa syukur kita atas karunia yang Allah limpahkan.

apakah kita menjadikan qurban sekedar realitas ritual dan rutinitas ibadah? atau karena kesadaran bahwa banyak hal dari diri kita yang perlu kita qurbankan? sudahkah kita menyempurnakan qurban kita dengan keikhlasan? mempersembahkan yang terbaik dari yang kita cintai untuk Tuhan, untuk kemaslahatan umat manusia? sebagaimana Habil putra Adam mempersembahkan qurban yang terbaik walaupun harus dibenci saudaranya?

ref QS 108:1-3
IJS-20

19.12.06

bercukup ketika miskin

perbedaan yang nyata antara orang miskin dan orang kaya adalah bagaimana mereka menyikapi kondisi mereka, begitu para penceramah motivasi mengajari kita. namun baik itu kekayaan maupun kemiskinan hanya merupakan titipan saja, sewaktu-waktu dapat saja diambil oleh Yang Mahapunya. sebagai hamba yang bersyukur, kawan, sudah seharusnya kita mensyukuri segala kondisi yang dititipkan oleh Allah kepada kita.

jika kemiskinan hadir pada diri kita, sudah sepatutnya kita merasa cukup dengan apa yang ada, tanpa perlu mengeluh, tetapi terus berusaha memenuhi kebutuhan kita. mungkin banyak keinginan yang muncul ketika kita miskin, mungkin juga dengki dengan keberhasilan dan kekayaan orang lain, bahkan mempertanyakan keadilan Tuhan pada diri kita yang merasa "sudah beribadah dengan baik" kepada-Nya?

kawan, miskin boleh jadi sarana yang Allah sediakan bagi kita untuk semakin mendekat kepada-Nya, miskin boleh jadi sarana ujian dari Allah bagi hamba yang dicintai-Nya, miskin boleh jadi sebuah tahapan sebelum kita dijadikan kaya oleh-Nya? mengapa kita merasa kurang dan tidak bersyukur?

Ref QS 24:32, 4:32
IJS-19

12.12.06

bercukup ketika kaya

sudah menjadi lumrah kehidupan manusia di dunia dipenuhi dengan keinginan-keinginan, dan tak akan pernah puas dahaga tersebut walaupun beribu keinginan telah terpenuhi. ketika sengsara pastilah memiliki harapan untuk bahagia, ketika miskin pasti memiliki keinginan untuk kaya, namun ketika keinginan tersebut dapat dipenuhi apakah kita masih mengingat kondisi sebelumnya?

kawan, kekayaan sama halnya dengan titipan yang harus dipelihara dengan baik, bahkan harus bermanfaat bagi lebih banyak orang daripada dinikmati oleh kita sendiri. katakanlah kita mampu membeli keinginan senilai 1 juta rupiah tetapi sebenarnya kebutuhan kita hanya 100 ribu rupiah, bukankah seharusnya kita dapat berhemat 900 ribu rupiah? mungkin kita juga dapat berbagi dengan orang lain yang lebih membutuhkan?

bukankah bercukup ketika kaya juga merupakan bentuk kesyukuran kita?

ref QS 14:7, 24:22
IJS 18